BAB 17

Tanggal 16 – 07 – 2005 


BUDDHA CI KUNG MENURUNKAN PETUNJUK SUCI : 



Para Bhiksu yang meninggalkan Keluarga untuk membina, 

ke atas memikul misi Buddha, 

ke bawah untuk menggugah hati Umat Manusia, 

hendak-nya ber-giat dengan baik dalam pembinaan, 

menegakkan diri untuk menggugah Orang, 

tapi sejumlah Orang yang tidak paham pembinaan hati, 

mengacaukan Aturan Vihara, 

melakukan perbuatan yang tidak ber-Kebajikan, 

bukan hanya merusak Aturan Suci Vihara, 

juga telah menanam karma buruk buat diri sendiri 

sehingga mendapat balasan buruk dalam tumimbal lahir, 

jika diri sendiri 

masih tidak tahu ber-tobat dengan sungguh-sungguh, 

masih terlena dan tidak sadar, 

maka sulit keluar dari derita. 







( Saat itu Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci, 

roh Thung Sheng seketika dikeluarkan ) 





Thung Sheng : 

Murid ber-sujud pada Guru, 

2 minggu sudah tidak ketemu, 

rasa-nya rindu, 

apakah Guru juga merasakan-nya ? 






Buddha Ci Kung : 

Ha … ha … ! 

Mana mungkin tidak merasakan-nya. 

Guru dan Murid ada kontak batin, 

begitu niat hati kamu timbul, 

Guru langsung mengetahui-nya, 

bagaimana bisa tidak merasakan-nya ? 


* *



Karena Umat yang mau menyelamatkan Dunia cukup banyak, 

memenuhi seluruh bangunan Kuil, 

lagi pula sudah habiskan 4 jam, 

Guru melihat kamu sudah lelah, tidak tega, 

sehingga berhenti buat Buku sebanyak 2 kali, 

agar kamu bisa istirahat dengan baik. 

Kalau tidak 

badan bisa rusak karena kecapean, 

kelak bagaimana bisa mengembangkan dharma 

untuk menyelamatkan Umat Manusia ? 







Thung Sheng : 

Terimakasih atas cinta kasih Guru, 

meskipun tugas di Kuil sangat banyak, 

Umat yang datang ber-partisipasi 

dan yang mohon petunjuk banyak sekali, 

tempat yang kecil ber-himpitan Orang, 

tapi tidak perduli sesusah apa pun, 

Murid akan selesai-kan tugas penyelamatan Dunia, 

agar tidak menyia-nyia-kan Berkah yang diberikan Tuhan. 







Buddha Ci Kung : 

Ha … ha … ha … ! 

Tidak sia-sia menjadi Murid baik dari Guru. 

Bagus ! 

Ini juga merupakan batu pijakan kamu 

untuk mencapai kesempurnaan kelak, 

ha … ha … 






( Saat itu Buddha Ci Kung mengibaskan kipas-Nya, 

naga emas segera muncul, 

Guru dan Murid segera naik ke atas naga emas, 

naga emas terbang dengan kecepatan tinggi 

menuju ke tempat tujuan ) 







Thung Sheng : 

Guru. 

Jika Bhiksu melakukan pelecehan seksual pada Bhiksuni, 

termasuk pelanggaran apa ? 






Buddha Ci Kung : 

Pertanyaan baik ! Pertanyaan baik ! 

Ini juga merupakan peringatan 

yang ingin Guru berikan hari ini 

kepada Para Pembina Ajaran Buddhisme, 

semoga mereka yang beruntung membaca Buku ini, 

bisa melakukan koreksi diri dan ber-tobat, 

juga mencetak Buku ini untuk di-sebarluas-kan 

untuk menasehati Umat Manusia di Dunia, 

jika tidak, 

Neraka tanpa dasar akan menunggu kamu. 







Thung Sheng : 

Neraka tanpa dasar ? 

Mengapa di-hukum demikian berat-nya ? 







Buddha Ci Kung : 

Semasa Buddha Sakyamuni masih hidup di Dunia, 

kelompok Pembina mengendalikan diri dengan disiplin keras, 

antara Bhiksu dan Bhiksuni 

tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditentukan, 

karena masalah [seksual] Manusia. 


* *



Sebagai Manusia ada 7 perasaan dan 6 niat, 

terutama [seksual] tidak bisa ditiadakan. 

Pada saat Manusia Awam ada kebutuhan seksual, 

bisa melakukan hubungan Suami Istri, 

tapi seorang Pembina jika sudah ada niat sex, 

bagaimana menyalurkan-nya ? 

Kecuali pembinaan yang sudah tinggi, 

sebagian Pembina yang Kebajikan-nya belum baik, 

ada yang melakukan gangguan atau pelecehan seksual, 

demi memenuhi hasrat binatang yang mengebu-gebu. 

Sebagian Bhiksuni 

karena di-bawah ancaman atau merasa malu, 

tidak berani ber-suara, 

membiarkan para Bhiksu bejat masih tetap tidak berubah, 

tidak ada yang ditakuti, 

menganggap perbuatan-nya tidak diketahui 

oleh Malaikat dan Setan. 

Sebenarnya sudah salah ! 


* *



Yang Mulia Galanvudo ( Malaikat ) 

sudah melapor pada Sang Buddha, 

hanya menunggu kejahatan-nya sudah penuh, 

dengan sendiri-nya akan dapat balasan, 

bahkan akan di-perberat balasan-nya. 

Karena merusak kesucian Ajaran Buddhisme, 

mempermalu citra Para Bhiksu, 

dosa-nya dilipatgandakan. 








Thung Sheng : 

Seperti hari ini di surat kabar ada di-muat, 

Penanggungjawab Vihara 

melakukan pelecehan seksual pada 2 Orang Bhiksuni, 

salah satu-nya 

sudah dilecehkan secara seksual selama 3 tahun, 

selain itu juga di-muat 

3 Nama Bhiksu yang melakukan pelecehan seksual, 

membuat kegemparan. 

Ke-mana pergi-nya tekad hati 

yang pada awal-nya membuat dia pergi dari Keluarga 

untuk menjadi Bhiksu ? 







Buddha Ci Kung : 

Masih ada yang belum diungkapkan, 

Para Bhiksu bejat itu, 

telah diturunkan Perintah dari Buddha 

untuk di-beri hukuman yang berat 

setelah kejahatan-nya sudah penuh, 

akan dimasukkan ke dalam Neraka tak ber-dasar, 

juta-an tahun tidak bisa menjadi Manusia lagi, 

sebagai hukuman berat. 







Thung Sheng : 

Semoga para Bosong yang ada melakukan pelanggaran ini, 

baik-baik-lah melakukan koreksi diri 

dan ber-tobat dengan sungguh-sungguh, 

juga mencetak Buku [ KELILING KASUS SEBAB AKIBAT ] 

agar disebarluaskan untuk menasehati Manusia, 

mungkin masih ada satu kesempatan terselamatkan. 






Buddha Ci Kung : 

Benar ! Benar ! 





( Saat Guru dan Murid lagi ber-bincang, 

naga emas berhenti di salah satu rumah Penduduk, 

di depan rumah ada seorang Kakek 

ber-baring di kursi malas lagi istirahat. 

Kakek Tua ini mempunyai wajah welas asih, 

sedang ber-istirahat, 

Buddha Ci Kung dan Murid turun dari naga emas, 

Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci, 

mengeluarkan roh Kakek Tua ) 







Kakek Tua : 

Aaiii … ! 

Bukan-kah saya sedang ber-baring di atas kursi malas 

lagi istirahat ? 

Mengapa badan demikian enteng 

dan melayang-layang sampai ke sini ? 

 Wow … ! 

Apakah ini adalah Buddha Ci Kung yang terkenal itu ? 

Saya punya mata tapi tidak melihat ( tidak tanggap ), 

memberi salam hormat pada Buddha Ci Kung. 






( Berikut-nya Kakek Tua itu ber-lutut dengan hormat, 

mem-beri salam sujud pada Buddha Ci Kung ) 






Buddha Ci Kung : 

Ha … ha … ! 

Jangan sungkan ! Jangan sungkan ! 

Hari ini kemari ingin wawancara kamu, 

merupakan keberuntungan kamu, 

bisa ceritakan Perbuatan Baik kamu 

untuk memberi dorongan semangat pada Manusia di Dunia. 







Kakek Tua : 

Saya tidak punya Kebajikan, 

bagaimana menasehati Manusia, 

memalukan ! Memalukan ! 







Thung Sheng : 

Bodhisattva tua terlalu sungkan. 

Kalau kamu tidak ada Kebajikan, 

bagaimana mungkin Buddha Ci Kung mencari kamu ? 

Lagi pula saya melihat di atas kepala kamu 

ada sinar putih cemerlang, 

juga melihat pancaran sinar mata-mu 

penuh dengan welas asih, 

lebih menyakinkan Kakek tua mempunyai Kebajikan 

dan bisa ber-bagi dengan Manusia di Dunia 

untuk menggugah Manusia, 

merupakan Amal Kebajikan yang besar. 







Kakek Tua : 

Memalukan ! Memalukan ! 

Sungguh tidak ada yang perlu diceritakan. 







Buddha Ci Kung : 

Ha … ha … ! 

Kakek tua ini terlalu merendahkan hati, 

karena masalah waktu 

dan juga khawatir “Medium” kecapean, 

biar Guru yang ber-cerita saja-lah. 

Bodhisattva tua ini 

asal-nya adalah Putra Tuan Tanah di Daerah Nan Thou, 

semasa kecil Papa-nya sudah meninggal, 

mewariskan harta kekayaan yang banyak sekali, 

Ibu-nya sebagai seorang Perempuan 

yang mendadak harus mengurus kekayaan 

yang demikian banyak-nya, 

karena risau tidak tahu bagaimana mengurus-nya, 

tidak lama kemudian juga jatuh sakit dan meninggal. 


* *



Kasihan sekali, 

semasa masih kecil ke-dua Orangtua-nya sudah meninggal, 

jadi-lah dia seorang Anak yang kaya raya, 

seorang Anak kecil dalam waktu singkat 

harus menghadapi situasi kehilangan ke-dua Orangtua-nya, 

juga harus mengurus Adik-adik-nya yang masih kecil, 

boleh dikatakan sangat-lah sulit. 


* *



Demikian-lah pelan-pelan dia tumbuh dewasa, 

setelah menikah dan punya Anak, 

masih terus memperhatikan Adik-adik-nya, 

juga membagikan harta kekayaan kepada Adik-adik-nya, 

membantu mereka bisa ber-Keluarga dan mandiri, 

pada saat Adik-adik-nya ada masalah 

maka dia akan membantu menyelesaikan-nya. 


* *


Dia mempunyai seorang Adik Laki-laki 

semasa muda tidak tahu belajar untuk maju, 

ke klub malam memboroskan uang, 

bukan hanya menghabiskan harta benda yang telah dibagikan, 

masih jatuh sakit 

dan harus ber-baring di tempat tidur. 


* *


Karena Adik-nya belum ber-Keluarga, 

Bodhisattva tua ini mengingat akan hubungan Saudara, 

seringkali tanpa diketahui oleh Anak Istri-nya , 

dia mempunyai uang simpanan 

hasil ber-hemat dalam makan dan kebutuhan, 

yang kemudian secara sembunyi-sembunyi 

di-gunakan untuk bantu Adik-nya. 


* *


Sepatu-nya sudah rusak, 

masih tidak mau beli yang baru, 

sepanjang hidup menghabiskan tabungan-nya demi Adik-adik-nya, 

Anak Istri sering hidup dalam kondisi yang susah, 

meskipun Istri-nya sering memarahi 

dan mengatakan dia bodoh, 

tapi dia masih tetap saja. 


* *



Demikian-lah dalam satu Kehidupan 

menjalankan [ Asas Persaudaraan ], 

telah memupuk Amal Kebajikan, 

juga merupakan satu Bodhisattva yang bisa kembali ke Surga. 







Kakek Tua : 

Hu … hu … hu … 






Thung Sheng : 

Kakek Tua jangan menangis, 

perbuatan kamu yang baik menggugah saya, 

di-yakini Kebaikan kamu bisa menggugah Manusia di Dunia 

untuk berbuat Kebaikan, 

dengan giat menjalankan Kebenaran, 

menjalankan Asas Kemanusiaan 

untuk mencapai Tingkat Buddha, 

terlepas dari derita 6 Jalur Tumimbal Lahir. 






Kakek Tua : 

Sungguh tidak berani menerima-nya. 






Buddha Ci Kung : 

Perbuatan Baik Boddhisattva tua hari ini, 

semoga banyak di-teladani Manusia di Dunia. 

Asas Persaudaraan 

merupakan salah satu Asas dalam 8 Kebajikan, 

bisa bisa dijalankan dengan baik 

pasti akan mencapai Tingkat Malaikat, 

terlepas dari 6 Jalur Tumimbal Lahir, 

membina Kebenaran pada dasar-nya demikian sederhana. 

Baik-lah, waktu sudah malam, 

mari pulang ke Kuil. 






( Saat itu Thung Sheng dan Kakek Tua saling tertawa, 

Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci 

mengembalikan roh Kakek Tua ke badan-nya, 

Guru dan Murid naik ke naga emas, 

naga emas terbang dengan cepat di angkasa 

menuju Kuil Chiien Cen ) 






Buddha Ci Kung : 

Sudah sampai di Kuil Chiien Cen, 

roh Thung Sheng kembali ke badan, 

sudah, 

Saya pulang.